Negri tercinta Indonesia sudah lama
terpuruk ke dalam jurang multi krisis, terus menghantam sendi-sendi kehidupan
bangsa Indonesia, seakan tak nampak lagi ujung krisi berkepanjangan ini. Terasa
miris hati ini melihat kenyataan bangsa Indonesia, sektor-sektor negara dan
bangsa sudah kacau balau dan sudah tidak karuan lagi., tak menentu arah
tujuannya. Padahal semestinya harus jelas apa yang menjadi preoritas
pembangunan bangsa dan negara. Malah justru yang terjadi sebaliknya,
kepentingan golongan dan kelompok tertentu menjadi dominan dan target utama
langkah perjalanannya. Sudah saatnya, untuk mengalihkan perhatian dengan
dorongan hati nurani yang bersih dan ikhlas pada nation building yang
kita cita-citakan.
Kenyataanya negri yang lemah dan
tak berdaya, tidak membuat miris hati para pemegang kekuasaan. Mereka terus
mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan yang merugikan bangsa dan Negara. Suara
hati tidak lagi menjadi ukuran segala sesuatu. Keadaan ini merupakan warisan
penguasa masa lalu yang rakus dengan kekuasaan, kekayaan Negara habis di
lahapnya tanpa punya rsa risi kepada rakyatnya yang sedang tertimpa kesusahan
mencari nafkah hidup. Hasil-hasil alam Indonesia yang melimpah disimpan dan di bawa lari dengan alat
kekuasaan, siapapun orangnya tidak ada yang berani melawan makhluk seram yang
bernama penguasa pada waktu itu. Katakanlah Rezim Suharto yang telah lama
berkuasa selama 32 tahun, selama itu pula menyisahkan masalah demi masalah yang
tertimbun lama dan terbungkus baju kekuasaan yang sangat rapih dan dahsyat pada
waktu itu. Ketika gendering reformasi di lantunkan dan menuntut adanya
pergantian kekuasaan elit, maka menguaklah sisi-sisi negative negeri ini yang
sangat memilukan.
Gendering reformasi tidak dapat dielakkan kemudian terjadilah peralihan kekuasaan dengan mengemban beban-beban negeri ini yang sangat berat. Perpindahan kekuasaan dari yang satu ke yang lainnya, sama sekali tidak memberikan pengaruh apa-apa bagi bangsa Indonesia, khususnya rakyat kecil yang stok hidup hari ini dan hari esok sangtalah pas pasan, malah menambah beban kehidupan yang sudah berat dan tak kuat dipikul lagi. Rakyat kecil selalu kena getahnya dalam setiap permasalahan yang menimpa negeri kita tercinta. Kesulitan demi kesulitan terus menghimpit kehidupan rakyat kecil. Katakanlah Rezim Suharto yang telah lama berkuasa dan banyak menyisahkan penyakit-penyakit yang susah dihilangkan dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Gendering reformasi tidak dapat dielakkan kemudian terjadilah peralihan kekuasaan dengan mengemban beban-beban negeri ini yang sangat berat. Perpindahan kekuasaan dari yang satu ke yang lainnya, sama sekali tidak memberikan pengaruh apa-apa bagi bangsa Indonesia, khususnya rakyat kecil yang stok hidup hari ini dan hari esok sangtalah pas pasan, malah menambah beban kehidupan yang sudah berat dan tak kuat dipikul lagi. Rakyat kecil selalu kena getahnya dalam setiap permasalahan yang menimpa negeri kita tercinta. Kesulitan demi kesulitan terus menghimpit kehidupan rakyat kecil. Katakanlah Rezim Suharto yang telah lama berkuasa dan banyak menyisahkan penyakit-penyakit yang susah dihilangkan dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Dengan banyak bermunculan
politisi-politisi yang notabene dari golongan santri dengan gaya keagamaan yang
sangat kental, lahir dari didikan pesantren yang ramai dengan nuansa keagamaan
yang menyejukkan hati, memberikan benih-benih harapan bagi bangsa Indonesia
yang sudah lama terpuruk dalam jurang kesengsaraan, khususnya rakyat kecil yang
selalu terkena kebijakan-kebijakan penguasa yang sangat tidak berpihak pada
kelangsungan hidupnya dan umumnya bangsa Indonesia dari sabang sampe merauke.
Rasanya bangsa ini sudah kering dari spiritualitas keagamaan, secara tidak
sadar bangsa ini sudah dan sedang di giring pada kondisi dimana agama tidak
terlalu dominan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan lebih pada
kebaratan dalam nation building. Maka peran politisi yang memiliki latar
belakang santri sangatlah dinantikan kiprahnya di pentas nasional demi
terciptanya negeri yang kuat dan kokoh serta mempunyai akhlak yang mulia.
Sudah lama negeri ini dipegang
golongan nasionalis secular yang gersang dengan angina keagamaan dan lebih
cenderung membawa negeri ini jauh dari jangkauan agama,bahkan menghadapkan
kiblatnya kebarat. Peran agama yang semakin termarginalkan dari kehidupan
berbangsa dan bernegara karna ulah kepemimpinan nasional, hanya akan membawa
pada kehancuran moral bangsa dan kebobrokan para elit. Ini terbukti dengan
kekacauan yang semakin semrawut dan tak pernah selesai dari tingkat elit sampai
bawah.karena orientasi pendidikan yang di kejar adalah kepintaran dan
kejiniusan semata tanpa harus diisi dengan norma-norma keagamaan. Ini merupakan
bukti kongkrit dari konsep pembangunan bangsa (nation building) yang di
gelindingkan kaum nasionalis sekuler yang berkiblat pada barat. Dan di bawah
kekuasaan golongan nasionalis sekuler kesenjangan ekonomi antara golongan
menengah keatas dengan golongan bawah sangat mencolok kepermukaan, justru yang
ada adalah hirarki ekonomi. Hal ini hanya menciptakan keadaan yang
menguntungkan pada satu pihak dan kerugian di pihak lain. Terbukti dengan
semakin miskin dan susahnya rakyat kecil dalam mengarungi kehidupan, kesulitan
demi kesulitan terus menghimpit seakan hanya tinggal berapa nafas lagi untuk
menghirup kesegaran hidup ini.
Rasanya bangsa ini merasa bosan
dengan menyaksikan ulah para yang selalu mempermainkan dan nampaknya sangat
sulit untuk memihak pada rakyat kecil khususnya umat islam. Umat islam yang
berjumlah mayoritas di negeri ini terasa perannya sangatlah minim, sehingga
termarginalisasi dari peran membangun bangsa dan tidak ikut mengarahkan
pembangunan bangsa Indonesia.
Sampai saat ini kekuasaan masih di
pegang kelompok nasionalis sekuler yang sebelumnya mereka sangat gencar
meneriakkan pembelaamya pada rakyat kecil, ternyata sekarang cenderung
menunggangi rakyat yang sudah lemah dan tidak berdaya lagi, bahkan kelihatannya
nasionalisme kelompok nasionalis sekuler luntur dan runtuh karena di duga
ketahuan telah bersekutu dengan antek-antek asing, sehingga kepentingan bansa
dan Negara dienyahkan begitu saja demi terpenuhiny keinginan setan.
Sudah saatnya kelompok nasionalis
muslim untuk tampil ke pentas nasional mentranformasi diri menjadi kekuatan
penolong rakyat secara kongkrit. Apalagi dengan situasi seperti ini
mengharuskan untuk cepat pada proses pemulihan krisis bangasa dan Negara.
Katakanlah mereka yang disebut sebagai politisi santri seperti Nurkholid
Madjid, Amien Rais, Din Syamsudin, Hidayat nurwahid, dan Gusdur. Mereka
terlahirkan dari didikan pesantren yang penuh dengan nuansa keagamaan yang
kental. Para tokoh-tokoh ini menempuh jalannya masing-masing dalam memperbaiki
bangsa dan Negara saat ini. Ada yang melalui organisasi sosial dengan terus
menajamkan kepekaan pada keadaan yang terus berkembang saat ini, ada juga yang
melebur para politik praktis dengan jalan tersebut dapat langsung
memperjuangkan aspirasi umat islam dan bisa mentransformasikan kekuatan muslim.
Bagaimanapun bangsa Indonesia sangat mengharapkan peralihan kekuasaandan di
harapkan kaum santri dapat menggantikan golongan nasionalis sekuler yang sudah
dianggap gagal dalam mengemban amanat perjuangan membangun bangsa dan Negara yang
berkemajuan.
Agenda pembangunan bangsa dan
Negara memerlukan kerja kolektif antar sesame, menyatukan misi dan visi bersama
demi terciptanya kekuatan sinergis yang dapat mengegolkan cita-cita
bersama. Dan saat ini kita dihadapkan
pada suatu keadaan yang menuntut keseriusan sikap, karena itu merupakan taruhan
bangsa yaitu pemilu 2004. Pada saat itulah akan terjadinya kompromi politik
antar tokoh-tokoh Indonesia, menyamakan sikap dan persepsi tentang nation
building.
Menjelang pemilu 2004 bukan hanya
puluhan partai yang ikut kontestan, calon presidenpun ikut meramaikan
perhelatan demokrasi ini. Tokoh-tokoh dari kalangan islam tak ketinggalan untuk
mencalonkan diri sebagai calon presiden. Kita patut bergembira dengan maraknya
tokoh-tokoh islam mengajukan atau diajukan sebagai calon preside, hal itu
pertanda semakin terbukanya partisipasi demokrasi, sehingga pemilu 2004 semakin
meriah dan bergairah sebagai pesta demokrasi. Dalam alam demokrasi siapapun
berhak untuk mencalonkan dan di calonkan. Namun ada sedikit catatan bahwa semakin
banyak partai dan calon yang mengatasnamakan aspirasi umat islam hanya akan
memecah suara, yang kemudian menuai kegagalan. Maka jika para tokoh islam
berjalan sendiri-sendiri dan terus mengedepankan egoism, maka golongan
nasionalis sekuler akan memenangkan pesta demokrasi, dan lagi lagi umat islam
menuai kekalahannya untuk kesekian kalinya.
Jumlah umat islam merupakan
mayoritas dari penduduk bangsa Indonesia, kekuatan-kekuatan umat islampun
sangat berpengaruh di Republik tercinta ini. Kekuatan-kekuatan politikpin sama
sangat potensial, kendati sangat disayangkan saluran politik umat tersebar ke
berbagai partai secara melebar sehingga tidak merupakan energy politik yang
menyatu dan kuat. Melihat keadaan bangsa Indonesia yang belum dewasa dalam
dalam berpolitik dan berdemokrasi dan tingkat partisipasi yang masih negatif
pada level bawah, serta semakin menyebarnya aspirasi politik umat islam,
sehingga dikhawatirkan tidak menyatunya umat islam, maka diharapkan
politisi-politisi yang notabene santri untuk menyiapkan beberapa langkah untuk
menyukseskan harapan dan cita-cita bersama.
Pertama; melakukan penguatan berupa
peningkatan kualitas dan perluasan gerak sehingga islam menjadi arus utama
bangsa ini.
Kedua; menyatukan visi dan misi
dalam mensukseskan kepemimpinan nasional dari kalangan nasionalis muslim atau
santri
Ketiga; menyatukan
kekuatan-kekuatan umat islam, sehingga menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh
dalam pengambilan kebijakan Negara.
Keempat; kaitannya dengan pemilihan
presiden, maka diusahakan dapat menghasilkan calon pemimpin nasional yang
disepakati bersama.
Namun sesungguhnya yang sangat
dikhawatirkan adalah sifat egoisme yang mungkin mucul dikalangan tokoh santri
sendiri. Sikap ingin menang sendiri, ingin duduk di kursi kekuasaan sendiri
adalah sangat berbahaya. Dalam kondisi Negara yang sudah semakin terpuruk, jika
memang mereka mempunyai visi yang sama, yaitu memperbaiki kondisi bangsa yang
sudah morat-marit, maka satu sama lain sudah selayaknya untuk saling berkerja
sama. Negara adalah beban bersama yang harus di pecahkan bersama-sama pula.
Negara bukanlah milik golongan tertentu, namun Negara milik semua.
Jika dalam pemilihan presiden kelak
menuntut agar umat islam hanya mengajukan satu calon saja, yang mungkin dapat
menyuarakan semua golongab, maka sudah selayaknya bagi mereka yang tidak
mendapatkan kepercayaan untuk rela undur diri. Tidak ngotot untuk maju kedepan,
terlalu berambisi untuk menjadi presiden. Karna sikap seperti ini hanya akan
merugikan umat islam secara umum.
Pemilihan umum 5 tahun yang lalu
dapat dijadikan cerminan dalam pemilu mendatang. Bagaimanapun sikap-sikap
partai waktu itu dapat membentuk poros tengah demi mengahadang partai lain yang
dianggap kurang anspiratif. Kenyataannya, kerjasama seperti ini dapat terwujud
dan bahkan membuahkan hasil gemilang.
Tidak mustahil, jika mereka
memiliki kepedulian besar terhadap bangsa dan Negara, mereka juga akan mampu
membuat kerjasama seperti ini dimasa yang akan dating.
Bagaimanapun juga, kepentingan
bersama diatas kepentingan pribadi. Ikhlaskanlah hati ini untuk tidak menjadi
pengusa. Dan jika memang kebetulan rakyat ini memberkahi kepercayaan kepadanya
untuk duduk di kursi kepresidenan, atau di cabinet atau di lembaga lainya, maka
janganlah kecewakan rakyat. Jadilah pemimpin santri yang baik dengan tetap
membawa norma dan nilai islam. Karean kekuasaan adalah amanat Tuhan yang akan
di pertanyakan kelak di akhirat.
Bagaimanapun keberadaan politisi
santri dan kiprahnya di pentas nasional sangat berarti, karena itu sebagai
penyeimbang antara kekuatan nasionalis sekuler dan nasionalis kaum santri.
“Dengan banyak bermunculan
politisi-politisi yang notabene dari golongan santri dengan gaya keagamaan yang
sangat kental, lahir dari didikan pesantren dengan nuansa keagamaan yang
menyejukkan hati, akan memberikan benih benih harapan bagi bangsa Indonesia
yang sudah lama terpuruk dalam jurang kesengsaraan”
Tidak ada komentar: