Oleh : Fatihul Muzakki
Lewat
pucuk-pucuk daun basah dengan embun pagi, cahaya mentari menusuk, kicauan
burung menyemarakkan pagi yang menyatu
dengan bangunan megah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sementara itu segerombolan pemuda-pemudi memasuki
kawasan kampus dengan semangat dan penuh harapan, sebagian yang lain sedang
muroja’ah quran ataupun sekedar berbincang ria di pelataran kampus yang cukup
masyhur di indonesia itu. Lengkap dengan ramainya ibu kota negara yang cukup
menjadi saksi perjuangan para duta
bangsa, yang akan segera menghadapi imtihan qobul seleksi luar negeri. Seleksi
berjalan dengan lancar, sesi demi sesi telah di jalani oleh para
calon duta negeri yang siap berjuang. Dan akhirnya
tepat ba’da isya proses seleksi yang membuat letih telah usai.
Tepat pada 13 juni 2014, riuh
kegembiraan telah tersebar di penjuru Indonesia, kabar yang telah
ditunggu-tunggupun tiba, yang tiada bukan melainkan kabar yang sekian lama di
nanti oleh para pejuang ilmu, yakni golden chance dipilihnya duta-duta negeri
pertiwi yang akan meneruskan cita-cita bangsa, khususnya di bidang keilmuan. Yang
akan mengarungi samudra ilmu di negeri piramida. Kitalah sebagai cikal bakal
pemuda-pemudi harapan bangsa di masa mendatang.
Perjuangan
dimulai tepat pada tanggal 12 oktober 2014. Bermula dari Bandara International Soekarno-Hatta
Tanggerang Banten, sebagai langkah awal para pejuang ilmu untuk mengubah
Indonesia menjadi lebih baik, dengan
membulatkan tekad, niat dan
semangat serta membawa sebongkah amanat
Bangsa yang akan di emban oleh para putra-putri kebanggaan bangsa.
Mesir, Negara peradaban islam yang
telah masyhur di dunia, terbesit pandangan gurun kuning bak lautan emas dengan
tegaknya menara-menara tinggi sebagai kebanggaan daulat para kerajaan silam
telah masuk dalam bayangan. Negeri para ilmuan sekelas Imam layst bin Sa’ad dan
Imam Jalaluddin as-Suyuthi menjadi penghias Negara seribu menara ini bak mutiara berkilauan yang memiliki nilai
jual tinggi akan keilmuanya, menjadi wadah pembentukan sikap independent, loyalitas,
dan intelektualitas dalam berilmu.
Al-Azhar asy-Syarif, nama agung yang
menjadi mahkota bumi kinanah inilah pusat akan pembentukan benda berkilau yang
bernilai tinggi. Banyak fakta akan keagungan Al-Azhar yang telah lahir seperti ilmuwan
besar sekelas imam Imam Thantowi, Imam Sya’rowi, Imam Badawi dan pemuka ilmu lainya serta mufti besar dari
Azhar. Beliaulah penyokong tegaknya pilar keilmuan di mesir. Yang hingga kini
tetap tegak dan kokoh dan tetap menjadi penyokong fatwa dunia. Dan kini Dar al-Ifta’ fi ad-Diyar al-Mishriyyah
dipimpin oleh Syekh Syauqi Ibrahim Abdul Karim ‘Allam Al-Malik yang mulai
menjabat pada 11 Februari 2013 sebagai pengganti dari Syekh Ali Jum’ah
Al-Syafi’i
Langkah
dan hidup sesungguhnya adalah di Al-Azhar Asy-Syarif yang harus di perjuangkan
untuk mewujudkan para duta bangsa. Masisir bak kerang yang siap menahan rasa
sakit demi menghasilkan benda berkilau yang dicari banyak orang, yakni mutiara
keilmuan yang memiliki qimah ‘azimah di mata dunia. Kita sebagai mahasiswa
Al-Azhar adalah generasi mata rantai tegaknya sebuah peradaban Islam yang luhur
di Indonesia dengan membawa manhaj washatiah (adil, baik, tengah, dan seimbang),
dilansir dari Ibnu Faris dalam kitab mu’jam Maqayis al-Lugha sebagai
pondasi syiar islam dalam melawan penetrasi dan dominasi budaya barat yang
telah merusak tatanan moral bangsa.
. Allah telah memilih duta-duta
negara Indonesia yang mampu mewujudkan impian Indonesia di masa mendatang, kesempatan
yang telah di berikan untuk menyelami lautan ilmu di Mesir adalah kenikmatan
yang patut disyukuri dengan memanfaatkan waktu sebaik baiknya dan
bersungguh-sungguh untuk meraih ilmu yang telah tertata rapi di A-azhar ini.
Indonesia membutuhkan intelektualitas masisir untuk
mengembalikan posisi mereka sebagaimana yang diajarkan Islam, yakni sebagai
pembimbing dan pemersatu umat untuk mewujudkan bangsa yang besar, kuat dan
terdepan, bukan mengabdi pada bangsa lain. Masisir intelek yang berperan dan sanggup membimbing
mereka. Intelektual yang mampu memetakan potensi dan memberi solusi yang benar
untuk memecahkan berbagai persoalan umat. Indonesia membutuhkan para intelek sejati yang
memahami ideologi Islam dan menanamkannya ke tengah-tengah umat. Itulah Intelek
sejati.
Banyak orang
yang mendapatkan predikat Mumtaz di Al-Azhar, akan tetapi jiwanya tidak mencerminkan
sebagai ilmuwan azhari. Suatu kelompok
berjaya dan
sebagian yang lain hanya sebagai pengaya, sebagian kecil berbahagia dan sisanya
menanggung derita dan kecewa. Waktu, menit, detik, bahkan hari bukan hanya
menjadi lamunan hampa belaka melainkan harus di perjuangkan. Sisa waktu yang di
berikan Allah kepada kita untuk sejenak melangkah dan mengambil segudang ilmu
dari negri para pemuka ilmu dunia dan kembali kepada bangsa.
Untaian pertama yang akan terucap di
mulut masyarakat setelah sekian lama mengayuh ilmu di bumi Mesir ialah “DAPAT
HASIL APA DI SANA?”, apa yang akan kita jawab?. Buktikan
dengan langkah gerakan bukan hanya berkedok alasan mumtaz di ijazah, berbusana
bak ilmuan tetapi kosong isinya. Negara dan masyarakat tidak membutuhkan ijazah
mumtaz untuk di perlihatkan, melainkan tindakan nyata yang kita berikan kepada
masyarakat dan Negara tercinta. Pernyataan Prof. Dr. Abdul Fadhil Al-Qushi
selaku Wakil Ketua Ikatan Alumni Al-Azhar Internasional telah mengingatkan para
mahasiswa Al-Azhar bahwa tujuan mencari ilmu bukanlah kedudukan yang tinggi di
hadapan manusia akan tetapi ilmu yang bermanfaat untuk diabdikan ke masyarakat
dan bangsa sehingga akan menunjukkan satu kata, yakni masisir berkualitas.
Perjuangan
kita hari ini tak ada yang sia-sia, jika kita
hari ini sibuk dengan berjuang, yakinlah masa depan kita akrab dengan
kemenangan. Lebih baik puasa hari ini daripada puasa di masa depan, lebih baik
susah sekarang daripada susah di masa depan. Dan untuk menjadi masisir berkualitas,
tak perlu piala dan piagam memenuhi rak kita, cukup berjuang keras dan
selesaikan dengan tuntas setiap jalan, karena Allah memiliki ujian dan jalan
yang berbeda untuk masing masing hambaNya. Tiada
kerang yang menghasilkan mutiara bernilai dan bermutu tinggi tanpa rasa sakit
yang dirasakan oleh kerang.
Tidak ada komentar: