Oleh : Fakhri Abdul Gaffar Ibrahim
” sementara aku masih hidup, aku
lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina
dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu
yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi
kami masih hidup.”
Sultan Abdul Hamid II
Tak ada tempat lain di muka bumi ini di mana
masa lalu menjadi bagian yang begitu lekat dengan masa kini seperti di
Yerusalem. Mungkin memang demikianlah keadaannya di setiap tempat yang sedang
bersengketa khususnya Israel dan Palestina, yang merupakan akar krisis
kedamaian saat ini. Ikatan emosi akan kota ini begitu lekat dalam benak umat
Islam,Yahudi maupun Kristen, Bahkan orang Israel maupun Palestina yang paling
sekular sekalipun menyebut kota itu suci.
Pernyataan Trump atas pengakuan Yerusalem
(6/12) dan berencana memindahkan
kedutaan Amerika serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem tak ayal menambah tensi
politik, bukan hanya di kawaran region timur tengah bahkan secara global.
Resolusi Majelis Umum PBB (21/21) seakan omong kosong sekalipun 128 negara
mendukung dan 4 Dewan Keamanan Tetap mendukung, Pasalnya pada Senin sebelumnya (18/12) AS menggunakan hak
veto untuk menggagalkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang digagas Mesir yang
hendak menolak pengakuan AS atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Tindakan itu hanya akan memperkeruh dan
menambah catatan bagi negara barat sebagai pencetus konflik di kota ini,
setelah sebelumnya pernah didahului oleh Kaisar Titus 70 M dari Romawi, Para
tentara salib 1099 M, Kerajaan Inggris 1917. Walau tindakan itu seakan tidak
masuk akal bahkan banyak masyarakat Amerika sendiri yang mengecam, namun Trump
tetap kukuh dalam pendirianya. Dalam pidatonya mantan perdana menteri Malaysia
tahun 2003 di Konfrensi OKI tahun 2003 menyatakan “But today the Jews rule
this world by proxy. They get others to fight and die for them”. Kita tidak
memungkiri ada kekuatan yang bermain dalam tindakan politik Amerika yang
kontroversial ini.
Dunia Islam yang setelah perang dingin makin
disorot buruk oleh barat sebagai biang krisis kedamaian, justru menorehkan
catatan yang terbalik. Ketika Islam menyentuh tanah Yerusalem 638 M, khalifah
Umar bin Khatab RA masuk ke kota ini dengan damai dan mengizinkan Kaum Yahudi
untuk menziarahinya. Begitu pula 1187 ketika Salahudin membuka kembali
Yerusalem tidak ada darah penduduk yang ditumpahkan. Sampai pada akhirnya
Yerusalem berpindah kedaulatan tahun 1948 ke tangan Israel dan menjadi sumber
konflik sampai hari ini yang tiada habisnya.
Satu Kota,Tiga Arti Suci
Bagi Yahudi Mitos eksodus merupakan faktor
penting di balik lekatnya kata "suci" pada Jerusalem. Ketika Nabi
Sulaiman mendirikan Kuil Pertama di Bukit Zion untuk menyimpan Tabut Perjanjian
Musa ("kiblat portable" mereka ketika hidup nomad di Tanjung Sinai) lahirlah
mitos lain bahwa bangunan itu adalah tempat bersemayamnya tuhan mereka, Yahweh.
Pemahkotaan Yahweh di Kuil Bukit Zion, membuat Jerusalem disebut Kerajaan
Tuhan.
Bagi Kristen Jerusalem, dalam kepercayaan
adalah tempat kematian dan kebangkitan Yesus: kota inilah yang menjadi saksi
kelahiran agama mereka. Sejak awal kedatangannya, Yesus sudah meramalkan Kuil
Herod(Kuil kedua Yahudi) akan hancur tak lama lagi. Sebab itulah yang membuat
Yahudi mengikarinya dan mencelakainya. Yesus adalah ancaman yang tak dapat
diterima Yahudi. Kekaisaran Romawi di Jerusalem juga memandangnya sebagai
pengganggu. Yesus pun dihukum mati. Dia disalib di Bukit Golgotha pada 33
Masehi.
Pada 70 M, Kuil Herod yang gagah dihabisi oleh
tentara Titus. Selama Romawi berkuasa di Jerusalem, seluruh sisa-sisa
peninggalan Yahudi dihancurkan. Di atas puing Kuil Kedua, dibangun patung Dewi
Aelia, berhala kaum pagan Romawi. Di Bukit Golgotha didirikan Kuil Aphrodite
dan Kuil Jupiter. Kota itupun dinamakan Aelia Capitolina.
Beberapa abad setelah itu, kehancuran kuil
Herod dianggap sebagai kebenaran Yesus. Perlahan-lahan agama Kristen mulai
berkembang dan mendapat basis kuat di Kekaisaran Byzantin yang mengambil alih
kekuasaan Romawi atas Yerusalam. Constantine, Kaisar Byzantin pada abad
keempat. Setelah dua tahun melakukan penggalian, pada 327 M mereka menemukan
sebuah makam batu yang segera dinyatakan sebagai bekas kuburan Yesus. Pada saat
yang sama, para pekerja juga menemukan bukit cadas kecil Golgotha, tempat
penyaliban Yesus.
Selain penggalian, pendirian bangunan untuk
pemujaan juga dimulai. Constantine mendirikan sebuah basilika yang indah luar
biasa, beberapa meter di timur Golgotha. Bangunan ini dikenal dengan
nama Martyrium, saksi bagi seorang martir (Yesus). Dengan ditemukannya makam
dan berdirinya basilika, Kristen segera mengembangkan mitos mereka sendiri
tentang tempat itu dan menjadi awal mula Yerusalem menjadi “suci” bagi umat
Kristen.
Aelia berubah
menjadi kota dengan ciri Kristen yang kuat. Pusat suci kota itupun bergeser,
dari Bukit Zion ke Bukit Golgotha, yang disebut Yerusalem Baru.
Berbeda dengan para penakluk sebelumnya, Islam
datang ke Jerusalem 638 M dengan damai. Setelah tentara berhasil masuk kota,
tak ada penghancuran bangunan, tak ada penyitaan, tak ada pembakaran
simbol-simbol agama musuh, tak ada pembantaian. `Umar disambut oleh uskup
Jerusalem, Sorophonius, dan diantar untuk melihat tempat-tempat suci di kota
itu. `Umar masuk ke Kompleks Anastasis. Ketika masih berada di sana, waktu
shalat tiba. Sophorohius menyarankan `Umar shalat di Anastasis. Umar menolak,
khawatir itu dijadikan alasan kaum Muslim untuk mengambil tempat itu.
Ketika tiba di bekas kedudukan Kuil Sulaiman
(Haram al-Syarif), `Umar mendapati lokasi itu telah dijadikan tempat pembuangan
sampah kota, sebagai ekspresi kebencian penduduk Kristen Yerusalem pada Yahudi.
Umar berinisiatif membersihkannya dan kemudian memilih tempat di ujung selatan
plaza untuk mendirikan sebuah masjid sederhana. Haram al-Syarif begitu penting
dalam umat Islam karena pernah menjadi Kiblat umat Islam dan berhubungan erat
dengan peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad .
Tabir Raibnya Yerussalem dari Umat Muslim
Kekhalifahan
Turki Utsmani merupakan kekhalifahan Islam terakhir yang menaungi Yerusalem.
Hampir tidak ada konflik yang berarti ketika Turki Utsmani menaunginya. Namun
sejak muncul keinginan Yahudi untuk mendirikan jews state yang digagas
Theodor Herzl, ditandai dengan kongres Zionis pertama 1897 di Basel, mulailah
Yerusalem menjadi sumber krisis di abad berikutnya yang tiada habisnya.
Solusi jews state yang digagas Herzl merupakan bentuk
upaya jalan keluar dari anti semitisme terhadap Yahudi di Eropa. Pada awalnya
gagasan ini mendapat banyak tantangan dari kaum Yahudi sendiri. Namun dia dapat
meyakinkan Lord Roschild akan hal itu dalam catatanya Herzl menulis
pernyataanya dalam konggres Zionis di Bassel :
“ Jika aku ingin
mendirikan negara Yahudi, dan jika itu aku nyatakan sekarang, mungkin aku hanya
akan menemukan tertawan lima tahun kedepan , namun lima puluh tahun lagi semua
akan melihatnya (Old New Land : 1941) ”
Tak cukup sampai disitu Herzl mendatangi Abdul
Hamid II untuk meminta tanah Palestina. Karena gencarnya aktivitas Zionis
Yahudi akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II mengeluarkan keputusan
pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana
lebih dari tiga bulan, dan paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah
terkait. Dan pada 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan
tanah kepada Yahudi di Palestina. Pada 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya
menghadap Sultan Abdul Hamid II. Kedatangan Hertzl kali ini untuk menyogok sang
penguasa kekhalifahan Islam tersebut.
Di antara
sogokan yang disodorkan Hertzl adalah uang sebesar 150 juta poundsterling
khusus untuk Sultan; membayar semua utang pemerintah Utsmaniyyah yang mencapai
33 juta poundsterling; membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120
juta frank; memberi pinjaman lima juta poundsterling tanpa bunga; dan membangun
Universitas Utsmaniyyah di Palestina. Abdul Hamid II menolak mentah mentah
tawaran Yahudi maka dianggaplah sebagai ancaman. Sultan Abdul Hamid II
menyatakan dengan tegas;
““Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak
akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan
milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi
kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi
silakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani
runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar
harganya.”Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan
pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan
dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku
tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup (lihat, Stanford J.Shaw, The Jews
of Ottoman Empire and The Turkish Republic.hlm,212)”
Maka setelah itu
Sultan Abdul Hamid II mulai diposisikan sebagai bagian masa lalu,
Ditempatkan
sebagai lawan dari jargon mereka, Freedom, Liberation dsb. Mereka
menyebut pamerintahan Abdul Hamid II sebagai Hamidian Absolution. Gerakan
Zionis di Kekhalifahan Turki Utsmani mencapai sukses yang sangat signifikan
menyusul pencopotan Abdul Hamid II pada April 1909. Diantara empat perwakilan national
assembly yang menyerahkan surat pencopotan adalah Emmanuel Carasso (Yahudi)
dan Aram (Armenia).
Tahun
1917 Bangsa Yahudi datang ke Palestina dibonceng tentara Inggris yang masuk
wilayah Turki Ustmani. Lalu 3 Maret 1924 kekhilafahan Turki Usmani dihapuskan oleh Kemal
Attaturk, dan Turki dirombak menjadi Negara national Republik Turki. Pada
tanggal 14 Mei 1948, Israel memproklamasikan kemerdekaannya dan ini segera
diikuti oleh peperangan dengan negara-negara Arab di sekitarnya yang menolak
rencana pembagian ini. Israel kemudian memenangkan perang ini dan mengukuhkan
kemerdekaannya. Akibat perang ini pula, 1967 Israel berhasil mencapai batas
wilayah negaranya melebihi batas wilayah yang ditentukan oleh Rencana Pembagian
Palestina. Sejak saat itu, Israel terus menerus berseteru dengan negara-negara Arab
tetangga, sebab peperangan dan kekerasan yang sedang sampai saat ini.
Kaum
Zionis Yahudi di Turki Ustmani berperan penting dalam menyiapkan
pemimpin-pemimpin baru bagi Turki Modern yang berpikiran nasionalis sekuler dan
materialis. “. Dengan ideology seperti itu dengan cara pandang yang
ter-Barat-kan (westernized), tentu tidak mengherankan Turki muda
bersikap netral terhadap Zionisme dan membiarkan Palestina dicaplok oleh Yahudi
Zionis (Lihat, Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat).
Kaum Zionis Yahudi di Turki Ustmani berperan
penting dalam menyiapkan pemimpin-pemimpin baru bagi Turki Modern yang
berpikiran nasionalis sekuler dan materialis. Ini sebuah proses pendidikan dan
mari bandingkan dengan kata-kata Snouck Hurgronje, dalam bukunya Nederland
en d’Islam “Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang muslimin dari
gemgaman Islam.
Maka bicara tentang negara jangan hanya
berbicara tentang Hardwarenya, bukan sebatas wujud fisik dari bangun
dari peradaban itu. Tapi juga Dengan mencermati secara serius Worldview(Weltenschaung)
dari perdaban itu sendiri. Bagaimana perubahan arah pemikiran Turki Muda ketika
itu merupakan hal yang cukup berpengaruh di balik tabir raibnya Palestina
terutama Yerusalem dari Umat Islam.
Tidak ada komentar: