Oleh : Bana Fatahillah
Salah satu adab seorang pelajar terhadap buku adalah, tidak meletakkannya tergeletak di bawah lantai tanpa alas apapun. Karena kita semua percaya bahwa buku adalah salah satu piranti bagi ilmu (alat al-‘Ilm), yang mana mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Dengan ini kita hendaknya meletakkan buku-buku secara tertata rapih pada tempatnya dengan pengklasifikasian yang baik. Namun yang menjadi pertanyaan adalah:
Salah satu adab seorang pelajar terhadap buku adalah, tidak meletakkannya tergeletak di bawah lantai tanpa alas apapun. Karena kita semua percaya bahwa buku adalah salah satu piranti bagi ilmu (alat al-‘Ilm), yang mana mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Dengan ini kita hendaknya meletakkan buku-buku secara tertata rapih pada tempatnya dengan pengklasifikasian yang baik. Namun yang menjadi pertanyaan adalah:
bagaimana meletakkan buku yang banyak ini dalam
satu tempat dengan penyusunan yang baik; apakah diurutkan berdasarkan harga? tebal
buku? cetakan yang bagus ? atau bahkan diurutkan sesuai tahun ditulisnya kitab?
Dalam hal ini, Ibnu Jamaah (w. 733)
menyisipkan sebuah pesan berisikan adab terhadap buku-buku –khususnya dalam
meletakkan kitab dan mengklasifikannya– dalam risalah kecil berjudul Tadzkirah
al-Sāmi’ wa al-Mutakallim fī ādāb al-‘ālim wa al-Muta’allim. Beliau berpesan
pada seluruh pelajar untuk selalu menjaga adab dalam peletakan kitab
berdasarkan kedudukan sebuah ilmu, kemuliaannya, ataupun penulis, serta
kehormatannya. Susunan yang diberikan oleh Ibnu Jamaah adalah sebagai berikut:
Pertama, letakkanlah Mushaf atau al-Qur`an di antara kitab-kitab yang ada.
kalau bisa, ia diletakkan di tempat yang suci urutan teratas. Jangan sampai ia
diletakkan dibawah kitab apapun.
Kedua, adalah kitab matan hadis, seperti Sohih Muslim, Sohih Bukhari atau
semacamnya yang biasa disebut “kutub al-Sittah.”
Ketiga adalah kitab-kitab tafsir al-Quran dan tafsir hadis, seperti
tafsir Tabari, Ibnu Katsir, Kasyaf dan Syarh Sohih Muslim atau Sohih Bukhari.
Keempat, adalah kitab Ushuluddin Kelima, Ushul Fikih Keenam,
Fikih Ketujuh, Ilmu Nahwu, Shorof, Syiir, ataupun ‘Arudh.
Dalam
hal ini juga, kita bisa menginduk pada kaidah taqdîm wa at-Takhîr yang
berbunyi, “Qaddim likhamsin; lizzamâni wa rutbatin, wa tasyarrufin, wa
li’illatin, wa ṭabîatin”
(dahulukanlah sesuatu karena lima hal; zaman, derajat, kemuliaan, sebab dan
tabiat), maka kita bisa menyusun sesuatu dari kemuliaannya (al-Asyraf) yang
dalam hal ini adalah al-Quran, karena ia adalah induk dari semua ilmu
pengetahuan. Baru setelahnya kitab-kitab yang tertera di atas.
Selanjutnya
Ibnu Jamaah menambahkan: “Jika ada dua disiplin ilmu yang sama kedudukannya,
maka dahulukanlah kitab yang memiliki kandungan ayat al-Quran dan hadis yang
lebih banyak. Jika masih tetap sama, maka pilihlah dari kemuliaan penulis
kitab, dan jika masih setara juga maka yang lebih dulu menulis (zaman) dan jika
tetap seperti itu, maka yang paling banyak sampai ditangan ulama dan para
auliya untuk diajarkan.”
Urutan
ini bisa kita atur sendiri. Jika buku yang ada belum begitu banyak, maka
mulailah dari kanan ke kiri (sesuai urutan yang ada di atas). Jika sudah
mencukup satu rak, maka bisa diposisikan dari atas ke bawah, atau kanan ke kiri
dan lanjut ke bawah begitupun setelahnya. Buku-buku lainnya -selain yang disebutkan
di atas- yang merupakan penunjang dalam ilmu syar’i, bisa dimasukkan dalam
golongan urutan di atas, seperti mantiq dan ulumul qur`an yang masuk dalam
kategori ushuluddin, dll.
Dan
perlu diingat, ini semua adalah adab dalam bermuamalah dengan kitab. Yang mana
kita ketahui, bahwa adab tidak berbicara tentang benar atau salah, melainkan
tepat atau kurang tepat. Ketika kita tidak menyusun kitab-kitab seperti yang
tertera di atas, bukan berarti kita salah atau bahkan berdosa, namun itu
mengurangi adab kita pada kitab-kitab yang mana menjadi sebuah perantara pada
ilmu atau ālat al-‘Ilm.
Jadi setelah melewatkan Cairo International
Book Fair dan membeli buku yang sangat banyak, kita tidak meletakkan buku
secara asal-asalan dan tau bagaimana cara meletakkan dan menyusunnya dengan
baik dan benar, sebagaimana yang ulama sampaikan. Wallahu a’lam bis
as-Shawāb.
Tidak ada komentar: