Oleh: Mochammad Eka Faturrahman*
“Apa tujuanmu datang ke Pondok Gontor?” itulah
pertanyaan wajib yang diajukan kepada para calon santri ketika menghadapi ujian
lisan pada tes masuk Pondok Modern Darussalam Gontor. Dari pertanyaan tersebut
lahirlah berbagai macam jawaban yang terlontar dari mulut anak-anak lulusan
sekolah dasar (SD) atau sekolah menengah pertama (SMP) itu.
Ada yang menjawab ingin mencari ilmu agar
menjadi ulama yang hebat, ingin menguasai bahasa arab dengan baik dan benar,
bahkan beberapa dari mereka menjawab dengan jujur bahwa mereka tidak tahu apa
tujuan mereka karena mereka datang ke pondok ini atas paksaan orangtua. Namun
bagi yang sudah diberikan bocoran, mereka pasti akan menjawab, “Saya mencari
pendidikan dan pengajaran.” Lalu dengan sedikit saran agar menjawab hal
tersebut dengan lantang akan membuahkan senyuman dan anggukan dari para
penguji.
Pendidikan
dan pengajaran adalah alasan paling tepat untuk masuk Pondok Modern Darussalam
Gontor. Para santri dididik dan dikawal dua puluh empat jam selama sehari,
segala kegiatan dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi telah diatur
sedemikian rupa. “Apa yang kau lihat, apa yang kau dengar, apa yang kau rasakan
di pondok ini adalah bagian dari pendidikan,” adalah salah satu prinsip
pendidikan di Gontor. Oleh karena itu, segala hal; baik suasana, pemandangan,
interaksi sosial dan semua hal yang ditemui di pondok ini, semuanya telah
dikonsep untuk mendidik para santri-santrinya.
Gontor dengan orientasinya pada pendidikan dan pengajaran, tidak
semerta-merta membuatnya melupakan sisi akademis para santrinya. Berbagai macam
kegiatan baik yang bersifat pokok seperti kegiatan belajar dikelas setiap
harinya maupun kegiatan penunjang diadakan untuk meningkatkan keilmuan santri.
Dan salah satu dari kegiatan penunjang keilmuan santri adalah kegiatan Fathul
Kutub.
Apa itu Fathul Kutub?
Fathul Kutub
adalah sebuah kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh KMI (Kulliyyah
Al-Mua’llimîn Al-Islâmiyyah) sebagai pengatur kegiatan belajar santri, yang
diperuntukkan untuk santri kelas 5 dan 6. Kegiatan yang dilaksanakan selama
seminggu ini diadakan sebagai langkah awal untuk mengenalkan “kitab klasik” atau
yang lebih sering disebut “kitab kuning” kepada para santri. Acara ini pun menjadi
sebuah wadah bagi para santri untuk mempelajari bagaimana membaca kitab klasik
namun dikemas dalam metode yang modern. Kalaulah di pondok salaf pengajaran
kitab ini dilakukan dengan metode weton (metode menyimak) atau
sorogan (metode membaca individual) namun di Gontor penyampaiannya
dilakukan dengan metode yang berbeda, yaitu dengan metode diskusi yang didalamnya
terdapat kritisi dan solusi, atau biasa disebut bahtsul masaail.
Namun sebelum para santri menelaah kitab klasik dengan metode tadi,
mereka terlebih dahulu dijejali pembekalan materi-materi yang meliputi ilmu
tauhid, ilmu fiqh, ilmu tafsir dan ilmu hadist agar menyadari hal yang akan
mereka pelajari serta tujuannya. Setelah itu mereka akan melakukan pembahasan
dan diskusi setiap harinya dengan tema-tema yang telah ditentukan dibawah
naungan guru yang ditugaskan untuk membimbing para santri.
Acara yang telah ada semenjak tahun 1968
ini, disamping bertujuan untuk meningkatkan kualitas akademis santri lewat
pengenalan pada kitab klasik,
penerapan dan pengelolaannya pun tidak lepas dari unsur pendidikan yang diselipkan
didalamnya. Lihatlah bagaimana langkah untuk mempersiapkan acara ini. Semua
dilakukan oleh santri baik dari membersihkan balai pertemuan sebagai tempat
berlangsungnya acara, menyusun kursi dan meja, mengambil buku dari
perpustakaan, bahkan yang menyusun buku-buku tersebut sesuai dengan disiplin
ilmunya pun santri itu sendiri. Hal tersebut melatih kemandirian serta membuang
kemalasan dan rasa bergantung pada orang lain dalam diri santri.
Peletakan buku-buku klasik pun tidak sembarangan, buku-buku
tersebut difokuskan ditengah balai pertemuan dan dibagi sesuai disiplin ilmu
yang akan dikaji. Jadi ketika para santri memasuki balai pertemuan, mereka akan
dihadapkan pada ratusan buku yang tersusun rapi pada lemari. Hal demikian
mengisyaratkan kepada para santri bahwa apa yang mereka pelajari selama ini
belumlah apa-apa. Seakan-akan buku-buku yang tersusun itu berkata, “Wahai
para santri, sesungguhnya amatlah banyak buku yang belum engkau baca dan
telaah. Amatlah banyak ilmu yang belum engkau salami. Maka bersikaplah rendah
hati dan jangan merasa penuh atas ilmu yang kamu punya”.
Dan pada kegiatan ini pun, yang terdidik bukan hanya santri, namun
juga para guru yang terlibat. Mereka dididik bagaimana mengayomi santri mereka,
bersikap lemah lembut namun tegas di beberapa waktu, serta menyikapi santri
yang lambat dalam memahami pembahasan. Dan di beberapa kesempatan mereka pun
dituntut untuk bisa memotivasi para santri untuk terus semangat tatkala
pembahasan dan diskusi terasa berat dan membosankan. Itu semua tak lain adalah
pendidikan yang teramat mahal harganya lagi sulit ditemui di belahan dunia
manapun.
Semua yang telah dipaparkan diatas hanyalah sebagian kecil dari apa
yang telah diberikan oleh Gontor. Tentunya
disana masih banyak lagi nilai-nilai yang tersimpan dan belum tersingkap namun
sejatinya telah dirasakan oleh mereka yang pernah menimba ilmu disana. Maka
bagi mereka yang telah merasakan indahnya pendidikan Gontor dengan segala
dinamikanya, tidak ada hal lain yang bisa diperbuat selain mengucap rasa syukur
dan bangga bahwa mereka pernah menghabiskan sebagian besar masa muda disana.
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar.
Tidak ada komentar: