![]() |
Saudara Khofifudin (kanan) menerima jabatan DPO dari saudara Farhan Aziz (kiri) |
Pada (13/7) saya menyempatkan hadir memenuhi undangan Adam Huda untuk acara pelantikan Dewan Pengurus IKPM Kairo periode 2019/2020. Walau di awal sempat merasa canggung mempertanyakan ihwal sebab undangan, sebab saat ini saya tidak menduduki peran struktural apapun di IKPM Kairo. Namun setelah sedikit merenung, tidak salah juga saya ikut melirik detik-detik awal masa pengabdian adik-adik kelas saya ini. Ditambah lagi, secara psikologis saya meyakini bahwa peran “kakak” melihat adik-adiknya dilantik sedikit bisa jadi pemantik spirit dan moral pengurus. Walau cukup disayangkan, karena dari segelintir hadirin undangan, dari kategori senior “mantan Dp” hanya bisa dihitung tidak lebih dari jari tangan kanan. Bahkan mantan Ketua IKPM periode sebelumnya ada yang berhalangan hadir, jangan lagi tanya pengurus harian periode sebelumnya, tidak ada yang datang! kecuali Muhammad Novan Hidayat dan Musthofa Fadhila Akbar. Mungkin jika keduanya tidak didapuk meneruskan estafet ketua IKPM rasanya keduanyapun tidak akan hadir. Bagi saya, peran “kakak-kakak” tadi tidak kurang penting dari hadirnya Presiden PPMI yang berjas dan berdasi, walau kami kadang hanya ber-kaus dan ber-jeans.
Saya tidak akan
berpanjang lebar tentang peran kakak senior dalam sebuah instansi organisasi
apapun, karena bukan itu main point dari tulisan saya kali ini. Bukan
juga tentang “obesitas” pengurus tahun ini sebagaimana yang ditulis adik saya.
Atau tulisan lainnya yang bernada auto-kritik pada momen pelantikan pengurus
IKPM tahun ini. Pada kesempatan ini saya akan berbagi tentang apa kiranya yang perlu
pengurus IKPM Kairo lakukan pada tahun ini di tengah perubahan sosial
masyarakat Masisir khususnya dan kaum milenial pada umumnya. Sebelumnya, saya
ingin bercerita, beberapa menit sebelum pelantikan pengurus di Aula Kemass saya
tidak sengaja bertemu Khofifudin, ketua DPO (Dewan Pengawas Organisasi) IKPM
Kairo, dia membawa saya masuk dapur aula Kemass. Tanpa ba-bi-bu dia
bertanya, “kaifa pek, Ghazi jami’an dilantik pengurus?.”
Dalam hati saya tertawa sedikit terbahak. Jadi, kata-kata itulah asal muasal
tulisan saya ini.
Ghazi adalah nama
angkatan dari mahasiswa-mahasiswi Al Azhar tahun kedatangan 2018 yang
“kebetulan” terafiliasikan dengan IKPM Kairo. Kebetulan lagi, angkatan ini
memang diberkahi dengan kuantitas yang besar. Hal ini tidak terlepas dari
meledaknya jumlah Camaba pada tahun itu. Tepatnya mereka berjumlah 306 orang, dan keseluruhannya adalah Dewan Pengurus IKPM Kairo periode tahun ini.
Nampaknya, dari seluruh organisasi dalam lingkup Masisir, IKPM kairo menempati
rekor terbesar dalam hal jumlah kepengurusan. Mengapa? Mudahnya, karena
tata-tertib organisasi mengharuskan seluruh anggota IKPM pada tahun ke dua ia
tinggal di Mesir maka wajib menjadi pengurus organisasi. Sebagaimana lazim
diketahui tata-tertib tidak sedinamis jadwal piket flat-flat Masisir yang
sangat fleksibel. Untuk perubahannya diperlukan Sidang Istimewa yang
membutuhkan waktu.
Dengan jumlah pengurus
yang “nampaknya” besar, tentunya kepengurusan pada tahun ini juga memerlukan
sedikit penyesuaian. Apalagi dengan dihadapkannya kita pada arus globalisasi
yang serba instan dan cepat, tentunya cara-cara kuno dalam manajemen harus
perlu dibungkus dan disimpan dalam rak-rak dokumentasi. Saya meringkas tulisan
ini pada beberapa beberapa poin mendasar yang kiranya perlu dilakukan oleh
Dewan Pengurus IKPM periode tahun ini.
1. 1. Efiesiensi Kegiatan
Sebagaimana fungsinya,
IKPM Kairo sebagai cabang dari pusat perlu kembali ke pada titah tujuan IKPM yang tertuang dalam Ad-Art IKPM
Pusat PMDG. Zaman Now, nampaknya mengembalikan arus pergerakan
organisasi pada Ad-Art dianggap kuno dan anti-dinamisasi. Padahal sependek
penglihatan saya, banyak terjadi disorientasi kegiatan organisasi dalam internal
Masisir karena mengabaikan garis besar
arah dan tujuan yang tertuang dalam Ad-Art. Dalam Ad-Art IKPM Pusat sendiri ada
empat poin besar arah kegiatan yang seharusnya mendapatkan slot besar dalam
agenda tahunan IKPM Kairo. Ke-empat poin itu adalah: Pendidikan dan Dakwah,
Publikasi dan Penerbitan, Usaha dan Ekonomi, serta terakhir Keputrian. Dengan
menjadikan ke-empat poin itu sebagai
falsafah pergerakan maka organisasi akan berjalan sesuai dengan harapan pendiri
PMDG. Karena sejatinya IKPM adalah perpanjangan dan wadah pondok untuk membina
alumni-alumni PMDG.
Mari kita ambil
contoh. Di tahun kepengurusan Nurman Haris Dkk, hampir tidak ada program yang
memiliki dasar falsafah kegiatan yang sesuai dengan empat kegiatan utama IKPM.
Mayoritas kegiatan yang dilaksanakan baru dan mungkin saja bersifat temporal
andai jika pada tahun ini Adam Huda dan seluruh DP tidak mengambil pelajaran
dan mengevaluasi kegiatan yang sudah berlalu. Sejauh ini di antara sejumlah
kegiatan tahunan IKPM Kairo yang seharusnya semakin baik adalah Getar. Setiap
tahunnya, Gema Takbir Akbar (Getar) bergulir dengan konsep dan rentetan
kegiatan yang boleh dibilang “gitu-gitu saja.” Mari kita lihat Getar tahun ini!
Silahkan jujur, bagi
pembaca yang kebetulan pernah menjadi DP IKPM Kairo pasti merasakan bahwa
ke-empat poin tersebut tidak menjadi program kerja utama. Kebanyakan,
program-program kerja yang diusung oleh Dewan Pengurus setiap tahunnya temporal
dan tidak ada tindak lanjut (follow up) dan pada akhirnya generasi dewan
pengurus selanjutnya buta arah dan biasanya akan mengulang semuanya dari awal.
Problematikanya akan semakin bertambah ketika laporan dan dokumentasi terlampau
buruk sehingga tidak bisa dijadikan bahan rujukan untuk generasi selanjutnya.
Maka solusi terbaik adalah memusatkan kegiatan organisasi pada ke-empat poin
besar tersebut, mengeliminir atau paling tidak memilah-milih kegiatan yang
diyakini sesuai dengan Ad-Art IKPM Pusat, dan selebihnya kegiatan IKPM Kairo
akan dilimpahkan pada komunal-komunal kecil yang langsung terafiliasi dengan
Dewan Pengurus. Jadi intinya, bukan banyak-sedikit acara, tapi efisien atau
tidak acara tersebut.
2. 2. Desentralisasi IKPM
Kairo
Salah satu bentuk
efisiensi adalah efisiensi waktu. Pada saat ini, waktu menjadi semakin
berharga. Di saat yang bersamaan kegiatan mahasiswa juga semakin beragam. Jika
dahulu kegiatan talaqqi menjadi barang langka, kini aktifitas itu bahkan
sudah menjadi trendsetter, tidak jarang untuk membuka pembicaraan dengan
seorang mahasiswa Indonesia kita memulai dengan “mau kemana? Ngaji ya, sama
siapa...” dan perbincangan akan terus berlanjut, apalagi kalau yang diajak
ngobrol ternyata satu majelis, satu syeikh, dan satu pelajaran. Tidak jarang
pembicaraan diakhiri dengan tukar id akun instagram. Belum lagi kegiatan wajib
Masisir yang terus digaungkan oleh Bapak kita bersama, Dr Usman Syihab, Atase
Pendidikan dan Budaya, yaitu perkuliahan. Terbayang, kedua kegiatan itu saja
sudah menguras waktu dan tenaga Masisir. Maka jika bisa diurutkan, kegiatan
organisasi haruslah ada di urutan ke tiga setelah keduanya, karena ke dua
kegiatan pertama adalah alasan kita datang ke negeri ini.
Maksud desentralisasi
di sini adalah fleksibilitas tempat, waktu, dan keadaan perkumpulan. Tentunya
organisasi tidak mungkin tidak kumpul, mangan ora mangan sing penting
kumpul, Begitu kiranya filosofi Jawa kuno yang paling tepat untuk mode
organisasi Masisir masa kini. Selama ini, aula IKPM Kairo selalu menjadi pusat
tempat perkumpulan, tanpa memandang jarak dan waktu yang perlu ditempuh. Sang
“ketua”mewajibkan anggotanya untuk hadir dari manapun anggotanya tinggal. Semuanya
hanya demi pertimbangan kelayakan aula dan tempat yang strategis. Padahal
nyatanya, jarak dan waktu perjalanan dari Darrosah menuju asyir tak jarang
hingga 4 jam pulang pergi. Waktu yang sama untuk perjalanan Jakarta-Bogor PP. Perihal
tempat, sudah sewajarnya mahasiswa bisa beradaptasi di manapun ia berkumpul. Bisa
sholah rumah, pelataran masjid, atau kedai-kedai jus sederhana. Dan kiranya
makanan tidak perlu menjadi acuan hadir tidaknya seseorang pada sebuah
perkumpulan, sungguh hina kiranya saat keikhlasan diukur dengan sebutir nasi
dan secangkis es teh.
Ketua perlu bijak me-manage
baik kegiatan Dp maupun kepanitian yang tersusun di bawah kendali Dp. Terkait
hal ini, efektifitas rapat menjadi hal mutlak demi terlaksananya acara dengan
baik, acara yang kiranya bisa diselesaikan dengan satu pertemuan, tidak perlu
kiranya diperpanjang hingga tiga pertemuan. Begitupun opsional tempat yang
seharusnya beraneka ragam. Kumpul dapat dilakukan di mana saja, bahkan untuk
skala yang kecil, media seperti skype sudah tidak jarang digunakan untuk
perkumpulan yang bersifat unpredictabel. Kalau sudah seperti ini,
tentunya Mindset “perkumpulan pamflet jam 4 kumpul jam 6” sudah
seharusnya hilang dari benak kita.
3. 3. Orientasikan Minat dan
Bakat
Prinsipinya, IKPM
adalah wadah berkarya bagi warga IKPM. Ia menjadi lapangan terbuka bagi warga
yang memiliki hobi berolahraga, ia menjadi kanvas bagi siapapun warga yang
memiliki bakat kaligrafi atau melukis, ia menjadi kertas di mana warga menulis
karya-karya tulisnya, bahkan ia menjadi studio musik bagi warganya yang punya
bakat dalam hal musik. Maka untuk itu, kegiatan selain memang perlu disesuaikan
dengan ke-empat asas kegiatan IKPM, perlu juga untuk disesuaikan dengan minat
dan bakat yang digandrungi oleh warga. Tidak hanya melalui seminar-seminar atau
acara sesaat yang muncul lalu meredup. Perlu digalakan program berkesinambungan
agar minat dan bakat itu bisa teresksplor dengan baik dan pada tempatnya
sehingga bisa “dipetik” hasilnya suatu saat nanti.
Sampai saat ini IKPM
Kairo bisa dibilang sudah cukup eksis mewadahi minat dan bakat warganya.
Terdapat empat kajian keilmuan yang meliputi: Nun Center, I’jaz, Sanad Center
dan Ar Razi studi klub, selain itu ada dua buletin yang semakin berkembang
pesat: Cakrawala dan La Tansa, selain itu media daring macam website dan media
sosial lainnya juga terus digalakan, bagi yang menggandrungi dunia terjemah ada
Forter (Forum Terjemah), dan akhir-akhir ini ketua IKPM juga meresmikan tiga
komunitas baru Gruvie (komunitas fotografer), A’lama (komunitas menulis) dan
GDC (Komunitas desain grafis). Jumlah komunitas yang tidak banyak tapi cukup
mampu untuk menjaring segelintir kecil warga IKPM. Sementara di bidang
olahraga, bagi peminat bulutangkis sudah ada PB IKPM Kairo untuk mewadahi dan mungkin masih
ada lagi dan luput dari pandangan penulis. IKPM Kairo masih perlu terus berfikir
dan berdinamika lebih jauh untuk membuat dan mengarahkan warganya untuk
menemukan minat dan bakatnya. Membuka lebih banyak lagi komunitas-komunitas
agar semakin banyak lagi talenta-talenta muda lahir dari rahim IKPM Kairo.
Sebagaimana disinggung
di awal, langkah pengorientasian ini bisa menjadi solusi membengkaknya jumlah
Dewan Pengurus. Karena pada dasarnya bukan sedikit dan banyak yang menjadi
permasalahan, tapi kemampuan manajemen ketua adalah kunci dari berkembangnya
organisasi. Karena tidak jarang kita menemukan sebuah organisas memiliki banyak
pengurus dan dapat dengan maksimal melakukan program kerjanya. Ormas-ornas besar
di Tanah Air contohnya. “Badan boleh kecil, tapi fikiran dan pergerakan harus
besar” begitu kata kyai-kyai di pondok dulu. Dalam hal ini, Dewan Pengurus
dapat diarahkan sebagai fasilitator dan penghubung antara komunal-komunal kecil
internal IKPM tadi agar ketua dapat memfasilitasi hajat-hajat yang diperlukan
oleh warganya sekaligus membimbing dan memberikan masukan agar kegiatan semakin
baik. Tentunya komunikasi adalah hal terpenting dari semuanya. Tanpa terjalin
komunikasi dan pengarahan yang jelas dan terstruktur dari ke tiga ketua
keseluruhannya mustahil berjalan dengan sesuai.
Namun di lain sisi,
kita tidak boleh melupakan peran IKPM yang paling utama yaitu sebagai
wadah ukhuwwah Islamiyyah bagi alumni
Pondok Modern. Terlebih di negeri yang kadang tidak menentu kondisinya ini. Ukhuwwah
antar sesama warga harus didahulukan. IKPM harus menjadi orang pertama yang
berdiri dan memberikan selamat jika ada warganya berdiri di podium untuk sebuah
prestasi, begitu juga jika seorang warga terbaring di rumah sakit, maka perlu
ada saudara dari IKPM yang menjaganya, apalagi jika sudah berhubungan dengan
keamanan maka salah seorang yang terdahulu menghubungi kontak keamanan KBRI
adalah kawan dari IKPM itu sendiri. Ketiga poin tadi kiranya mungkin menjadi
oase dari surutnya minat pergerakan dewan pengurus IKPM. Karena tujuan dan arah
organisasi yang jelas tentunya menjadi “bensin” tersendiri bagi segenap dewan
pengurus. Selain itu, perlu kiranya sama-sama disadari bahwa amanah menjadi Dewan
Pengurus adalah suatu tugas mulia. Inilah waktunya untuk membuat sebuah
prestasi bagi diri sendiri ataupun kolektif. IKPM Kairo selamanya tidak akan
memberi apa-apa selama kita tidak memberi apa-apa untuk IKPM Kairo. Pondok perlu
dibela, dibantu dan diperjuangkan.
“Sebentar sampai
sejauh ini, jadi, Ustaz Khofif, pertanyaan antum sudah terjawab ya?”
Walaupun sekarang kita sudah tak berada di Gontor lagi, semoga dengan adanya IKPM Cabang Kairo cukup menyadarkan kita akan pentingnya membela, membantu dan memperjuangkan nilai² Gontor
BalasHapusWalaupun tulisan di atas bisa terbilang panjang, bi idznillah saya kuat membacanya sampai akhir karna ternyata cukup mengisnpirasi dan membuka mata, hati dan pikiran yang sempat tertutup sebelumnya